Juni adalah langkah awal bagi terciptanya inspirasi-inspirasi. Dan inspirasi itu memulai gerakannya dari Paris...
Senja itu, mama baru tiba dari tanahnya abang-abang yang sering disebut tanah abang. Bajunya yang sedikit basah karena keringat masih terlihat dan tangannya yang penuh membawa kantong plastik hitam nan besar seakan-akan berbicara pada ku bahwasanya mamaku ini sudah menelisik jauh tanah abang demi mencari barang-barang super murah yang bagus. Pasar besar yang satu ini memang susah dikalahkan apalagi untuk manusia pengemban shopaholic, bahkan sederet list barang keperluan yang sudah dipersiapkan di rumah guna melawan nafsu belanja lebih sering terkalahkan oleh giuran-giuran diskon dan mulut manis abang-abang tanah abang. Seperti disana memang ada hawa-hawa horor yang mengundang kita berlama-lama dan tanpa sadar menghabiskan isi kantong. Bisa jadi, hawa itu pula yang membuat mama memborong sebanyak 20 buah jilbab berbahan paris beraneka warna dengan alasan "murah banget". Huft, lagi-lagi alasan itu... --"
"wi, nih mama beli jilbab paris sekodi, murah banget loh kenanya jadi segini *sensor*, warnanya boleh bebas milih lagi", kata mama masih dengan tangan ribet mencari-cari dimana tadi ia menaruh jilbab paris borongannya. Aku juga sebenarnya bingung, buat apa beli jilbab sebanyak ini, lagian belum tentu juga aku punya baju yang sesuai warna jilbab yang dibeli. Sepertinya yang sering terlihat pada wanita-wanita, termasuk aku, kebiasaan me-matching-kan baju atau celana dengan warna jilbab adalah suatu keharusan kalau tidak ingin dianggap jemuran berjalan.
(to be continued, ngantuuuuuuuuuuuuuuuuk)
Senja itu, mama baru tiba dari tanahnya abang-abang yang sering disebut tanah abang. Bajunya yang sedikit basah karena keringat masih terlihat dan tangannya yang penuh membawa kantong plastik hitam nan besar seakan-akan berbicara pada ku bahwasanya mamaku ini sudah menelisik jauh tanah abang demi mencari barang-barang super murah yang bagus. Pasar besar yang satu ini memang susah dikalahkan apalagi untuk manusia pengemban shopaholic, bahkan sederet list barang keperluan yang sudah dipersiapkan di rumah guna melawan nafsu belanja lebih sering terkalahkan oleh giuran-giuran diskon dan mulut manis abang-abang tanah abang. Seperti disana memang ada hawa-hawa horor yang mengundang kita berlama-lama dan tanpa sadar menghabiskan isi kantong. Bisa jadi, hawa itu pula yang membuat mama memborong sebanyak 20 buah jilbab berbahan paris beraneka warna dengan alasan "murah banget". Huft, lagi-lagi alasan itu... --"
"wi, nih mama beli jilbab paris sekodi, murah banget loh kenanya jadi segini *sensor*, warnanya boleh bebas milih lagi", kata mama masih dengan tangan ribet mencari-cari dimana tadi ia menaruh jilbab paris borongannya. Aku juga sebenarnya bingung, buat apa beli jilbab sebanyak ini, lagian belum tentu juga aku punya baju yang sesuai warna jilbab yang dibeli. Sepertinya yang sering terlihat pada wanita-wanita, termasuk aku, kebiasaan me-matching-kan baju atau celana dengan warna jilbab adalah suatu keharusan kalau tidak ingin dianggap jemuran berjalan.
(to be continued, ngantuuuuuuuuuuuuuuuuk)
No comments:
Post a Comment